Bayi Baru Lahir di Simalungun Meninggal Dunia Diduga Korban Malapraktik
MedanWow.id – Bayi baru lahir di Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara (Sumut) diduga menjadi korban malapraktik seorang bidan desa. Bayi tersebut saat ini telah meninggal dunia.
Bayi perempuan itu adalah anak dari pasangan suami istri (pasutri) Topan Bakkara dan Harmilawati (29). Keduanya merupakan warga Lingkungan IV Kelurahan Sipolha, Kecamatan Pamatang Sidamanik Kabupaten Simalungun.
Topan menyebut bayinya itu lahir pada Senin (16/10) malam di Puskesmas Parapat, Simalungun. Persalinannya istrinya dibantu oleh bidan inisial EA. Namun, nahas bayinya meninggal pada Sabtu (21/10) malam karena diduga menjadi korban malapraktik bidan EA itu.
“Bayi saya diduga kuat korban malapraktik saat persalinan di Puskesmas Parapat itu,” kata Topan, Selasa (31/10/2023).
Topan menceritakan awalnya istrinya berkenalan dengan EA pada Juli 2023 di Posyandu Tanjung Dolok. Saat itu, EA meminta agar Harmilawati berkonsultasi dengannya saja terkait kehamilan. Sebab, EA merupakan seorang bidan desa di daerah itu.
Sejak saat itu, kata Topan, istrinya pun terus berkonsultasi dengan EA hingga proses persalinan. Lalu, pada Senin (16/10), Topan pun memberitahu EA bahwa istrinya sudah mulai ada tanda akan melahirkan. EA saat itu pun meminta Topan untuk membawa istrinya ke Puskemas Parapat.
“Saya bawa istri saya ke Puskesmas Parapat. Di Puskesmas, sekitar pukul 11.00 WIB istri saya ditangani oleh bidan itu. Namun, saat itu, istri saya dibilang belum waktunya melahirkan, dan masih harus menunggu. Istri saya pun ditempatkan di ranjang pasien sembari menunggu waktu yang tepat untuk melahirkan,” sebut Topan.
Lalu, pada sekitar pukul 19.30 WIB, istri Topan pun melahirkan bayinya dengan berat 3,2 kilogram dan panjang 49 cm. Persalinan itu menggunakan BPJS.
Setelah bayi diletakkan di ranjang bayi, bidan itu langsung menyampaikan kepada Topan bahwa ari-ari bayinya masih tertinggal di rahim sang ibu.
“Katanya, ini ari-arinya masih tinggal. Kalau dirujuk ke rumah sakit, nanti bisa kena biaya Rp 6 juta karena tidak ditanggung BPJS. Kalau bapak mau, bisa kita usahakan ditangani di sini, tapi bapak bayarlah sama aku,” kata Topan menirukan perkataan bidan EA.
Topan yang saat itu merasa panik pun langsung setuju dengan permintaan bidan itu. Selanjutnya, EA menggunakan sarung tangannya mengeluarkan ari-ari dari rahim Harmilawati.
“Aku nggak tahu apa yang dilakukan bidan. Apakah memberikan suntikan atau apa kepada istriku untuk mengeluarkan ari-ari itu,” jelasnya.
Tak lama, EA meminta kantong plastik kepada Topan untuk tempat menyimpan ari-ari bayi itu. Setelah ari-ari dimasukkan ke kantong plastik, Topan pun menyimpannya.
Kemudian, Topan bertanya apakah proses pengeluaran ari-ari sudah selesai. Saat itu, bidan itu mengaku prosesnya sudah selesai dan lancar.
Lalu, EA menyuruh Harmilawati untuk menyusui bayinya. Setelah bermalam di Puskesmas, keesokan harinya, Selasa (17/10) EA mengizinkan mereka pulang sembari meminta uang jasa mengeluarkan ari-ari dari rahim.
Topan pun memberikan uang sebesar Rp 600 ribu kepada EA dan menyampaikan itulah kesanggupannya. Sebab, ia masih harus mengeluarkan biaya lagi untuk ongkos pulang ke rumah.
Namun, selang beberapa hari, Topan melihat kondisi kesehatan bayinya makin menurun. Hingga akhirnya pada Sabtu (21/10) dini hari sekitar Pukul 03.00 WIB, Topan melarikan bayinya ke IGD RSUD Parapat.
Di RSUD Parapat, bayi tersebut langsung ditangani petugas medis. Dari petugas medis di RSUD Parapat, Topan mengetahui bayinya sempat terminum air ketuban sebelum dilahirkan.
“Kata petugas rumah sakit, ada air ketuban di dalam tubuh bayi. Mereka tanya di mana bayiku lahir,” kata Topan.
Topan pun mengatakan bahwa bayinya lahir di Puskesmas Parapat dan ditangani bidan EA. Menurut petugas rumah sakit kepada Topan, seharusnya saat selesai bersalin, air ketuban yang sempat terminum dikeluarkan dari mulut bayi.
Petugas di RSUD Parapat menyedot cairan air ketuban lewat mulut bayi. Upaya penanganan terhadap bayi tersebut telah dilakukan secara maksimal. Namun, karena keterbatasan sarana dan prasarana, bayi harus dirujuk ke rumah sakit yang memiliki ruang NICU.
Bayi itu pun lalu dirujuk ke RS Efarina Pematang Siantar yang memiliki ruang NICU. Di sana, bayi langsung mendapatkan pertolongan medis dan perawatan intensif. Saat itu, kondisi bayi sudah kritis. Lalu pada malam harinya, sekitar pukul 20.00 WIB, bayi tersebut tidak tertolong dan dinyatakan meninggal dunia.
“Malam itu juga, keluarga membawa jenazah bayi ke kampung. Pada Minggu jenazah bayi dimakamkan,” kata Topan.
Setelah proses pemakaman, keluarga curiga karena melihat kondisi ibu bayi yang semakin drop. Atas saran keluarga, Harmilawati dibawa kontrol ke RS Murni Teguh Pematang Siantar, Senin (23/10).
Harmilawati pun menjalani pemeriksaan. Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan diketahui ada jaringan di rahim Harmilawati dan harus diangkat serta dibersihkan melalui tindakan kuret.
Harmilawati pun dirujuk untuk menjalani kuret di Rumah Sakit Tentara (RST) Pematang Siantar Selasa (24/10). Selanjutnya diperbolehkan pulang Rabu (25/10).
“Dari rangkaian peristiwa tersebut, keluarga menduga telah terjadi malapraktik dalam penanganan persalinan terhadap bayi dan ibunya,” pungkasnya.
Usai kejadian itu, Topan mengaku pihaknya telah membuat pengaduan ke Polres dan Ikatan Bidan Indonesia Kabupaten Simalungun.
Kapolres Simalungun AKBP Ronald FC Sipayung mengatakan pihaknya memang telah bertemu dengan keluarga bayi tersebut. Ayah bayi itu, kata Ronald, juga telah membuat pengaduan ke polisi.
“Memang kemarin bapaknya datang (ke Polres) menceritakan kronologinya dan membuat pengaduan secara tertulis dan lisan. Kemarin setelah mereka buat pengaduan sudah kita interogasi,” kata Ronald saat dikonfirmasi.
Ronald menyebut pihaknya belum bisa menyimpulkan apakah kasus itu merupakan malapraktik atau tidak. Dia mengaku pihaknya masih menyelidikinya. Selain itu, pihaknya juga berkoordinasi dengan Ikatan Bidan Indonesia Simalungun terkait aduan itu.
“Kalau kami kan belum bisa menyimpulkan apa-apa. Nanti kami dari polres Simalungun menindaklanjuti pengaduan tersebut untuk menilai apakah seperti yang dilaporkan, malapraktik. Kami juga sudah koordinasi dengan Ikatan Bidan Indonesia Simalungun, untuk tindak lanjutnya,” pungkasnya.
(mw/ds)