Mengenal Suku Nias: Asal-Usul, Tradisi, Pakaian Adat, dan Rumah Adat
MedanWow.id – Pulau Nias merupakan salah satu pulau di Provinsi Sumatera Utara. Hingga saat ini, Pulau Nias diduduki oleh orang Nias atau disebut ono niha.
Kependudukan orang Nias di Pulau Nias diperkirakan sejak 700 tahun lalu. Hal ini dibuktikan dengan penemuan arkeolog, yakni Gua Tögi Ndrawa atau Gua Orang Asing. Dalam buku berjudul Gua Togi Ndrawa, Hunian Mesolitik di Pulau Nias yang diterbitkan oleh Balai Arkeologi Medan, Gua Tögi Ndrawa diperkirakan telah dihuni oleh manusia sejak 700 tahun yang lalu.
Lantas, bagaimana sejarah suku Nias?
Berdasarkan buku Asal-Usul Masyarakat Nias: Suatu Interpretasi yang ditulis oleh Johannes Maria Hammerle, jejak leluhur suku Nias dapat dilihat dalam cerita-cerita lisan atau hoho yang berkembang di masyarakat Nias. Dalam hoho, leluhur atau orang pertama yang tinggal di Nias adalah sowanua atau ono mbela.
Berdasarkan artikel ilmiah berjudul Leluhur Orang Nias dalam Cerita-Cerita Lisan Nias yang ditulis oleh Afthonul Afif, sowanua atau ono mbela mempunyai arti manusia pohon. Hal ini bermula ketika penguasa kayangan, Ibu Siciri memerintahkan keenam anaknya untuk turun ke bumi dengan tumbuhan Liana Lagara.
Namun, Liana Lagara yang digunakannya rapuh sehingga mereka terjatuh ke tanah dan ke atas pohon. Oleh karena itu, ono mbela menjadi sebutan bagi keturunan Ibu Siciri yang memilih tinggal di atas pohon. Sementara itu, keturunan Ibu Siciri yang jatuh ke tanah disebut sebagai nadaoya atau manusia gua.
Dalam buku Asal-Usul Masyarakat Nias: Suatu Interpretasi, masyarakat Nias mempercayai adanya tiga kelompok etnis yang tinggal di Nias, yakni kelompok berkulit putih dengan paras cantik disebut ono mbela, kelompok dengan ciri seperti manusia purba yang tinggal di gua disebut nadaoya, dan kelompok manusia purba yang bermigrasi dari seberang laut disebut lani ewöna. Ketiga kelompok etnis tersebut dikenal sebagai orang Nias atau ono niha.
Tradisi Suku Nias
Salah satu tradisi suku Nias yang populer dan masih dilaksanakan hingga kini adalah Lompat Batu atau Hombo Batu. Dilansir dari artikel ilmiah berjudul Pengembangan Lompat Batu (Hombo Batu) sebagai Objek dan Daya Tarik Wisata di Desa Bawomataluo Kabupaten Nias Selatan yang ditulis oleh Bantors Sihombing dan Juliani Halawa, Lompat Batu merupakan atraksi melompati piramida batu yang dilakukan oleh para pria.
Para pelompat mengenakan pakaian adat dan mahkota bagaikan kesatria. Atraksi Lompat Batu juga diiringi dengan berbagai tarian seperti tari perang atau tari Faluaya.
Selain itu, suku Nias juga identik dengan tradisi pesta pernikahan. Berdasarkan laman resmi Museum Pusaka Nias, mempelai pria wajib melaksanakan pesta pernikahan di desanya. Apabila tidak melaksanakan pesta, pria tersebut tidak dianggap sebagai anak dan tidak berhak bersuara di desanya.
Pakaian Adat Suku Nias
Dikutip dari laman resmi Museum Pusaka Nias, pakaian adat suku Nias identik dengan tiga warna, yakni merah, kuning, dan hitam. Pakaian adat perempuan dari utara didominasi dengan warna merah, sedangkan pakaian adat perempuan dari selatan didominasi dengan warna kuning.
Berdasarkan dari buku berjudul Nias: Adat dan Budaya Suku Bangsa Nias Sumatera Utara yang diterbitkan oleh Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Banda Aceh, warna merah melambangkan kekuatan dan kekuasaan kerajaan. Warna merah diperoleh dari daun dan kulit kayu Sanhuja yang digiling halus, lalu direbus dengan pakaian.
Warna kuning melambangkan kemuliaan dan kebesaran sehingga warna kuning hanya boleh dikenakan oleh raja, permaisuri, dan kaum bangsawan. Warna kuning berasal dari rebusan tumbuhan Wöwö Uso yang telah ditumbuk halus terlebih dahulu.
Sementara itu, warna hitam melambangkan kegelapan dan kesedihan yang diperoleh dari daun kayu dan lumpur berwarna hitam. Pakaian berwarna hitam dikenakan oleh para ulama atau pemuka adat yang disebut ere.
Rumah Adat Suku Nias
Merujuk dari buku berjudul Nias: Adat dan Budaya Suku Bangsa Nias Sumatera Utara yang diterbitkan oleh Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Banda Aceh, masyarakat Nias mengartikan rumah sebagai tempat menjalani kehidupan sosial, aktivitas sehari-hari, dan pesta adat. Secara rinci, masyarakat Nias menyebut rumah yang dijadikan tempat tinggal sebagai omo, tempat tinggal sementara sebagai ose, dan tempat tinggal dewa sebagai bale.
Rumah adat suku Nias terdiri dari tiga tipe. Rumah adat Nias Utara memiliki bentuk oval dengan pola sejajar, sedangkan rumah adat Nias Selatan memiliki bentuk segi empat dengan pola huruf u dan rumah kepala suku di ujung. Sementara itu, rumah adat Nias Tengah berbentuk kombinasi antara oval dan segi empat.
Nah, demikianlah sejarah suku Nias, Semoga bermanfaat ya sobat medanwow.