Soal Pangkat Tituler, Berkacalah Kepada Teddy Kardin

Kontroversi pemberian pangkat Letkol Tituler kepada pegiat media sosial Deddy Corbuzier (DC) terus bergulir. Sejumlah pengamat menyarankan agar Panglima TNI meninjau ulang pemberian pangkat tersebut karena tidak ada urgensinya.

Ada yang mempertanyakan apa yang telah dilakukan DC untuk TNI, dan membandingkannya dengan musisi Idris Sardi. Maestro biola itu mendapatkan pangkat Letkol Corp Ajudan Jenderal (CAJ) Tituler pada 1996. Menurut Fadli Zon dalam buku ‘Idris Sardi: Perjalanan Maestro Biola Indonesia’ pangkat tersebut disematkan karena Idris harus melatih musik di lingkungan militer. Pemberian pangkat digelar di Kodiklat AD di Bandung yang kala itu dipimpin Mayjen TNI Luhut Binsar Panjaitan.

Dalam praktiknya, Idris tak cuma mengajarkan cara bermain musik. Dia juga mengubah aransemen beberapa lagu di lingkungan tentara yang dianggapnya kurang pas di telinga. Idris Sardi juga menciptakan sejumlah mars satuan kopassus yang masih dinyanyikan sampai hari ini.

Lantas apa peran DC, atau apa yang akan diperbuat untuk TNI sehingga diberi pangkat seperti Idris Sardi?

Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Laksamana Muda (Laksda) TNI Kisdiyanto menjelaskan bahwa pemberian pangkat titular itu atas permintaan Kementerian Pertahanan. Dia dipilih karena kemampuannya berkomunikasi di sosial media dibutuhkan untuk menyebar pesan kebangsaan dan sosialisasi tugas TNI dalam rangka menjaga pertahanan RI.

Untuk diketahui, pada Oktober 2021, Deddy pernah dinobatkan menjadi Duta Komponen Cadangan oleh Menhan Prabowo Subianto. Sebelumnya, pertengahan Juni 2021, Prabowo tampil di podcast close the door yang diasuh Deddy Corbuzier. Acara bincang-bincang itu per 14 Desember 2022 disaksikan oleh sekitar 18 juta kali dan mendapatkan 109,403 komentar.

Saya pribadi justru teringat dengan sosok Teddy Sutadi Kardin ketika kabar Deddy Corbuzier memperoleh pangkat titular beberapa hari lalu. Teddy punya kedekatan khusus dengan Prabowo yang sudah terjalin sejak pengujung 1987. Adalah Iwan Abdulrachman (Abah Iwan), seniornya di Wanadri yang meminta Teddy S Kardin untuk melatih pasukan di Batalion 328 pimpinyan Prabowo Subianto. Semula dia menolak karena merasa tak punya kapasitas. Hingga suatu hari Prabowo menemuinya di kantor Abah Iwan di kawasan Senopati, Jakarta.

“Masak bantu bule mau, bantu negara sendiri tidak mau? Berapa Anda dibayar mereka? Saya bayar dengan harga yang sama,” semprot Prabowo seperti diceritakan kembali Teddy kepada penulis pada pertengahan April 2018.

Harga diri ahli geologi, navigasi, dan survival itu tergores. Akhirnya dia meminta waktu dua bulan untuk menyelesaikan kontraknya dengan sebuah perusahaan asing. Jika sudah selesai dia siap melatih para anak buah Prabowo selama setahun full tanpa harus diberi honor alias gratis.

Kemampuannya membaca peta buta dan navigasi alam akhirnya membawa lelaki kelahiran Bandung, 11 Mei 1951 itu terlibat dalam medan tempur di Timor Timur, Papua, dan Aceh.

Selain soal membaca navigasi dan survival, Prabowo juga meminta agar para prajurit terbaiknya diacari cara melacak dan menafsir jejak. Teddy lalu mengajak lima orang dari suku Dayak Punan untuk mengajari hal itu di Gunung Salak, Jawa Barat. Tak lama kemudian, Teddy dan kelima orang Dayak itu diminta juga terlibat dalam operasi militer di Timor Timur. Teddy membuatkan peta operasi yang sangat rinci sehingga pasukan yang dibawah komando Prabowo berhasil mendapatkan 54 pucuk senjata.

Ketika terjadi penyanderaan terhadap 11 orang peneliti Ekspedisi Lorentz oleh Organisasi Papua Merdeka pimpinan Kelly Kwalik di Mapenduma pada 1995, akhirnya Teddy juga disertakan. Dalam operasi pembebasan yang diikuti beberapa satuan elite dari negara lain, seperti SAS Inggris, itu, ia membuatkan peta navigasi dengan skala 1:50 ribu.

Dengan peta operasi yang dibuatnya, Teddy berhasil meyakinkan para perwira pasukan elite yang terlibat agar tidak terkecoh oleh gerakan sinyal dari pemancar satelit. Hasilnya, pada 15 Mei 1996, 10 dari 12 peneliti berhasil dievakuasi dan diselamatkan.

Pada 2004, dia diminta bantuan oleh KSAD Jenderal Ryamizard Ryacudu untuk membantu operasi TNI di Aceh. Teddy menjadi Tenaga Bantuan Operasi (TBO) dengan membantu pasukan melakukan sweeping di daerah-daerah yang dikuasai Gerakan Aceh Merdeka.

Selain prajurit Kopassus, Teddy juga mengajar di lingkungan Paskhas TNI-AU dan Brimob Polri. Atas berbagai sumbangsih tersebut, Teddy antara lain dinobatkan sebagai warga kehormatan Kopassus.

Di ruang tamunya terpasang sebuah foto besar Teddy mengenakan baret merah tanpa baju loreng. Total di mengoleksi 9 baret kehormatan karena perannya dalam dunia militer. Tak ada piagam penghargaan, apalagi diberikan pangkat kehormatan maupun pangkat titutler seperti diterima Deddy Corbuzier.

Sejak belasan tahun lalu, sarjana geologi lulusan ITB 1971 itu hidup dari tabungan ratusan ribu dolar yang didapatnya selama bekerja di perusahaan-perusahaan tambang asing. Teddy Sutadi Kardin juga dikenal sebagai pengusaha pisau komando berskala internasional. Tedd dijuluki empu pisau Indonesia, tanpa embel-embel Kolonel atau Letkol Tituler. Salute…!

(MW/KA)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *