Nelayan Tradisional Belawan Menjerit Sulit Dapat Solar

Sebagian besar nelayan tradisional di Belawan, Medan mengeluh karena sulit mendapat bahan bakar solar. Jika pun ada, mereka harus membeli dengan harga lebih tinggi dari pengecer dan tengkulak.

“Kalau Solar saat ini susah kali didapat. Kadang dua hari ke laut, lima hari kita nggak melaut karena tergantung minyak juga,” kata salah seorang nelayan, Dorani kepada detikSumut, Jumat (2/9/2022).

Saat ini, kata dia, nelayan terpaksa membeli solar dari pengecer atau tengkulak dengan harga Rp 8.000-Rp 9.000 per liter. Biasanya nelayan seperti mereka bisa membeli solar di SPBU dengan harga Rp 5.150 per liter, namun kerap dipersulit.

Setiap kali melaut, kata dia, nelayan mengeluarkan biaya bahan bakar paling tidak Rp 60 ribu hingga Rp 70 ribu. Belum lagi dengan kebutuhan lain misalnya makan siang, minum, alat dan lainnya.

“Kita dapat Rp 200 ribu, mau berapa lagi ke rumah paling cuma Rp 80 ribu. Kami baru saja melaut ini karena susah minyak,” ujarnya.

Saat tidak dapat melaut, Dorani memilih untuk bekerja sampingan seperti menjadi kuli untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari.

“Kadang kita bantu-bantu benerin mesin, lumayan dapat Rp 50 ribu untuk ke rumah. Itulah yang kita lakukan kalau tidak melaut,” tutur Dorani.

Dorani mengakui dirinya memiliki kartu nelayan yang harusnya dapat dipakai untuk membeli solar di SPBU dengan harga Rp 5.150 per liter.

“Ada kartunya tapi sama aja tidak terpakai. Saya tidak pernah beli di SPBU karena banyak kali syaratnya. Semua mau diurus lagi, percuma aja kita punya kartu nelayan. Kita coba ke SPBU tidak bisa karena mesti pakai surat sampan, foto sampannya, mau dicap lagi baru bisa kita beli minyak. Ribet jadinya, mending udahlah beli eceran atau tengkulak sekalian saja,” jelasnya.

Sementara itu, pedagang eceran solar di sana, Nuek juga mengakui bahwa dirinya sulit untuk mendapatkan eceran dari para tengkulak minyak yang dia sebut ‘Siong’.

“Di sini kita ambil sama Siong harganya udah lain, kita ambil aja sudah Rp 6.500- Rp 7.000 per liternya. Bagi ke warung-warung kecil kayak gini jual Rp 7.500, paling saya hanya untung Rp500 saja,” ujarnya.

Dalam satu pengambilan minyak, Nuek membawa 5 jeriken yang berkapasitas 40 liter, sehingga dirinya mampu membawa 200 liter yang ia bagikan ke warung-warung terdekat.

“Saya cuma bisa beli untuk gang kami saja. Itu kalau ada minyaknya, kadang mau juga beberapa hari tidak ada minyaknya. Mau itu sampai dua-tiga hari,” tuturnya.

Nuek mengakui bahwa dirinya sudah pernah mencoba datang ke SPBU untuk membeli solar namun tidak diizinkan lantaran tidak dapat melengkapi surat-surat.

“Kalau kita tidak ada kartu, tidak dikasih. Inikan ngurus pakai uang, mereka mengira kita mau menimbun. Masa harus bawa sampan kesana. Jadi daripada ribet dan butuh biaya, kita ambil sama tengkulak Siong saja,” ucap Nuek.

(mw/ka)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *