Jokowi Mulai Tebar BLT BBM, Ekonom Sebut Tak Mendidik Kalau Jangka Panjang
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mulai menyalurkan Bantuan Langsung Tunai (BLT) BBM ke masyarakat. Hari Rabu kemarin, Jokowi membagikan BLT Rp 600 ribu per orang di Papua.
Jumlah Rp 600 ribu adalah total BLT yang diterima per satu orang selama empat bulan. BLT itu disebut berhubungan dengan bantuan sosial menjelang kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi.
Terkait penyaluran BLT BBM, Direktur Eksekutif Core Indonesia Mohammad Faisal menyebut hal ini perlu dilakukan pemerintah. Meskipun, jika dilihat secara jangka panjang Faisal menyebut hal ini tidak mendidik.
“Kalaupun pemerintah memutuskan menaikkan harga BBM bersubsidi, mau tidak mau harus ada BLT-nya. Karena ini langkah darurat. Ini memang dalam jangka panjang tidak mendidik, tapi dalam jangka pendek nggak bisa pakai cara lain untuk menyelamatkan masyarakat,” katanya saat dihubungi detikcom, Rabu (31/8/2022).
Meski dinilai perlu menyalurkan BLT, Faisal menyarankan pemerintah tidak menaikkan BBM tahun ini. Ia menyebut keputusan menaikkan harga BBM bukan keputusan terbaik saat ini.
Faisal melihat kebijakan pemerintah diambil untuk mengurangi tekanan fiskal. Tetapi menurutnya, ongkos yang harus dibayar tidak sebanding apabila melihat sisi ekonomi masyarakat menengah ke bawah.
“Ini mau menyelamatkan fiskal biar tidak bertambah subsidinya, tapi korbannya ongkos yang harus ditanggung dari sisi ekonomi dan terutama masyarakat menengah ke bawah terlalu besar, tidak seimbang dari penghematan sisi fiskal,” katanya menjelaskan.
Menurutnya penghematan yang dihasilkan tidak seberapa dibanding ongkos ekonomi yang harus dibayar. Apalagi pemerintah masih harus mengeluarkan tambahan dana BLT. Artinya akan ada pengeluaran lagi dari sisi fiskal.
Di sisi lain, penyaluran BLT disebutnya masih meninggalkan catatan besar. Misalnya penyaluran yang tidak tepat sasaran hingga estimasi waktu penyaluran yang belum pasti.
“Itu pun (BLT) bisa nggak cepat karena memakan waktu, kecepatan, berapa besar, berapa lama, itu yang menjadi catatan. Belum lagi kalau disalurkan selalu ada yang tidak dapat, tidak tepat sasaran, itu kan masih terjadi,” katanya menambahkan.
Untuk jangka panjang, fokus di sektor pembangunan dan pemberdayaan masyarakat disebutnya lebih bermanfaat bagi masyarakat miskin.
“Jadi yang paling bagus kemiskinan itu bukan dikasih ikannya tapi dikasih kail. Membuat yang miskin tadi dari tidak berdaya jadi berdaya dan dapat penghasilan sendiri, itu yang terbaik memang,” pungkasnya.
(mw/ka)