P2G: Protes Guru tentang Tunjangan Bukan Medan Politik Praktis
Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) menilai pernyataan resmi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi lewat siaran pers Biro Humas perihal hilangnya pasal terkait Tunjangan Profesi Guru (TPG) tidak merujuk pada naskah dan batang tubuh RUU Sisdiknas.
Selain itu P2G menyebut ada bagian dari pernyataan tersebut yang berpotensi mengadu domba. Padahal dunia pendidikan dan protes guru tentang tunjangan profesi bukan medan politik praktis.
Sebelumnya, Kemendikbudristek menanggapi tentang hilangnya Tunjangan Profesi Guru di RUU Sisdiknas, salah satunya melalui siaran pers berjudul “RUU Sisdiknas Bawa Berita Baik bagi Guru” dan taklimat media pada Senin (29/8/2022).
Kepala Bidang Advokasi Guru P2G Iman Zanatul Haeri mengatakan, masalah pertama yakni tidak ada pasal yang dirujuk dan dikutip dalam siaran pers Kemendikbudristek tersebut.
“Kami menemukan ketidaksinkronan konten Siaran Pers Kemdikbudristek dengan Batang Tubuh RUU Sisdiknas. Dikatakan guru akan mendapat ‘penghasilan yang layak’, tapi Kemdikbudristek tidak menunjukkan pasal dan ayat berapa yang membuktikan hal tersebut? Mana pasalnya?” kata Iman.
“Ada pernyataan dalam batang tubuh RUU Sisdiknas bahwa guru dijamin mendapat ‘penghasilan layak’? Di mana ada kata layak?” imbuhnya.
Berangkat dari siaran Kemendikbudristek tersebut, Iman menilai, argumentasi dan penjelasan terkait dihilangkannya pasal TPG dalam RUU Sisdiknas tidak berdasar hukum yang jelas, terkesan sebagai pernyataan politis saja ketimbang penjelasan secara hukum.
UU Sebelumnya Eksplisit Menyebut Tunjangan Guru
Lebih lanjut, Iman membandingkan hilangnya pasal terkait TPG di RUU Sisdiknas dengan UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
Contoh, di pasal 14 ayat 1 disebutkan, guru yang melaksanakan tugas profesionalnya berhak memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial.
Lalu di pasal 15 ayat 1 disebutkan, penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum sebagaimana dimaksud dalam pasal 14 ayat (1) huruf a meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, serta penghasilan lain berupa tunjangan profesi, tunjangan fungsional, tunjangan khusus, dan maslahat tambahan yang terkait dengan tugasnya sebagai guru yang ditetapkan dengan prinsip penghargaan atas dasar prestasi.
“Lalu dikatakan dalam judul rilisnya, “RUU Sisdiknas Bawa Berita Baik bagi Guru”. Pertanyaannya, apa bukti nyata RUU Sisdiknas membawa berita baik?,” bunyi pernyataan P2G.
UU Sebelumnya Merinci Hak Guru
P2G juga menyoroti pasal tentang ‘Tunjangan Profesi Guru, Tunjangan Fungsional, dan maslahat lainnya’ tidak lagi dimuat eksplisit sebagaimana UU Guru dan Dosen. P2G menilai UU yang mengatur “hak guru” ini dijabarkan secara eksplisit dan sangat rinci.
P2G juga merinci, UU Guru dan Dosen memiliki 6 pasal yang mengatur hak guru, yakni pasal 14 (2 ayat), pasal 15 (3 ayat), pasal 16 (4 ayat), pasal 17 (3 ayat), pasal 18 (4 ayat), dan pasal 19 (3 ayat).
Sementara itu, hak guru di RUU Sisdiknas hanya diatur dalam 1 pasal, yakni pasal 105 saja.
Mengutip Pernyataan yang Tidak Mewakili PB PGRI
Iman juga menggarisbawahi kutipan dari seorang kepala sekolah di siaran pers tersebut yang dinilai berpotensi mengadu domba. Ia menjelaskan, pernyataan tersebut tidak mewakili secara resmi sikap keputusan resmi organisasi profesinya, yakni PB PGRI, yang justru menolak keras dihapuskannya pasal tentang TPG dan meminta penundaan pembahasan RUU Sisdiknas.
“Ini strategi keliru, karena dunia pendidikan dan protes guru tentang TPG bukan medan politik praktis dan dihadapi dengan cara diadu semacam itu. Siaran pers harusnya memuat pernyataan dan klarifikasi dari pihak kementerian, bukan unjuk kuat-kuatan dukungan,” ungkap Iman.
Mempertanyakan Masukan pada RUU Sisdiknas
Siaran Pers Kemendikbudristek menyatakan bahwa masyarakat dapat memberi masukan terhadap RUU Sisdiknas. Sementara itu, pemerintah telah resmi mengajukan RUU Sisdiknas dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas Perubahan Tahun 2022.
“Lantas masukan RUU ini kepada siapa, Kemdikbudristek atau Baleg DPR RI? Lagi pula masukan publik sejak Februari 2022 lalu belum ada tindaklanjutnya,” kata Iman.
“Kami pernah diundang uji publik, sekali Februari lalu, waktu diberikan hanya 5 menit. Apa yang bisa diulas mendalam dalam RUU Sisdiknas dengan waktu mepet begini. Padahal RUU ini tidak main-main, menyangkut kualitas puluhan juta anak Indonesia, hampir 4 juta guru, dosen, tenaga kependidikan, dan masa depan Indonesia,” kata Agus Setiawan, Kepala Bidang Penelitian dan Pengembangan Guru P2G.
Mempertanyakan Hilangnya Pasal Tunjangan Profesi Guru
Agus juga mempertanyakan hilangnya pasal tunjangan profesi guru yang sudah dijelaskan eksplisit di draf RUU Sisdiknas sebelumnya. Ia merinci, pasal ini masih ada di draf RUU Sisdiknas versi Februari 2022 pasal 118 ayat 2 dan versi Mei 2022 pasal 102 ayat 3.
“Mengapa draf akhir RUU Sisdiknas menghilangkan TPG? Apa latar belakang dan alasan Kemdikbudristek menghapus pasal tersebut? Jangan salahkan guru curiga, patut diduga ada niatan tidak baik sengaja menghilangkan pasal TPG,” terang Agus.
Guru Pendidikan Agama Islam ini meminta agar Kemdikbudristek dan Baleg mencantumkan kembali hak-hak dasar guru seperti Tunjangan Profesi Guru dan Tunjangan Fungsional secara eksplisit dalam RUU Sisdiknas sebagaimana sangat detail dimuat dalam UU Guru dan Dosen.
(mw/ka)