Edy Rahmayadi: APBD Sumut Mengendap di Bank Rp35,4 T
Gubernur Sumatera Utara (Sumut) Edy Rahmayadi meminta seluruh bupati/wali kota untuk segera mempercepat serapan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) 2022. Per 3 Agustus 2022, masih ada dana mengendap Rp35,4 triliun yang terdiri dari APBD kabupaten/kota Rp28 triliun dan provinsi Rp7,4 triliun.
“Saya minta ini segera dipercepat. Untuk apa dana itu diendapkan di bank. Tolong dipercepat serapannya, agar inflasi di Sumut ini terus terkendali,” ucap Gubernur Edy Rahmayadi saat membuka Rapat Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) bersama Forkopimda dan Bupati/Walikota se-Sumut, Kamis (25/8).
Edy menyampaikan, pada Juli 2022, secara tahunan tekanan inflasi Sumut meningkat sebesar 5,62 persen, lebih tinggi dari inflasi nasional sebesar 4,94 persen. Inflasi Juli terjadi karena peningkatan harga cabai merah, cabai rawit, bawang merah, dan juga angkutan udara.
Penyebab kenaikan harga cabai dan bawang merah terjadi lantaran penurunan produksi dari dalam maupun luar, akibat anomali cuaca, kenaikan harga pupuk dan sebagian cabai merah terdistribusi ke luar Sumut akibat adanya disparitas harga.
“Apabila pada lima bulan ke depan kita tidak bisa menurunkan inflasi pada sasaran target inflasi, maka ini menjadi ancaman serius bagi perekonomian Sumut,” ungkap Edy.
Edy meminta bupati/wali kota untuk segara mencari solusi dalam mengendalikan inflasi ini. Pasalnya, bupati/wali kota merupakan pimpinan daerah yang memiliki kewenangan dalam penggunaan anggaran.
“Saya ingatkan percepatan serapan APBD kabupaten/kota sangat penting untuk mengatasi inflasi tersebut,” tegasnya.
Meski saat ini kondisi global mengalami tekanan inflasi yang cukup tinggi, Sumut mendapatkan windfall (rejeki nomplok) dari kenaikan harga komoditas di pasar global.
“Penopang utama pertumbuhan ekonomi Sumut ini pada konsumsi rumah tangga sebesar 50,64 persen dan ini yang tertinggi, lalu disusul oleh konsumsi pemerintah, pertanian, industri, perdagangan, konstruksi dan real estate,” ucap Doddy.
Namun, Doddy juga mengingatkan Pemprov Sumut soal tren peningkatan tekanan inflasi tahunan ke depan.
Berdasarkan data Juli 2022, inflasi Sumut sebesar 5,62 persen (yoy) sehingga harus diwaspadai karena telah melampaui sasaran inflasi nasional 3 persen ± 1 persen. Penyebab utama peningkatan tekanan inflasi Sumut adalah kelompok makanan, minuman dan tembakau dan kelompok transportasi.
“Secara disagregasi, kelompok pangan menjadi penyumbang utama tekanan inflasi tahunan Juli 2022 dengan andil sebesar 2,83 persen (yoy) diikuti kelompok core inflation dengan andil 1,85 persen (yoy) dan kelompok administered price dengan andil 1,07 persen (yoy),” sebutnya.
Doddy menambahkan Kota Medan dengan pangsa inflasi mencapai 84,60 persen terhadap total inflasi Sumut mengalami tekanan inflasi tahunan Juli 2022 yang cukup tinggi sebesar 5,45 persen (yoy).
“Empat kota lainnya terpantau mengalami tren peningkatan tekanan inflasi tahunan Juli 2022, yaitu Gunungsitoli sebesar 7,80 persen (yoy), Padangsidimpuan sebesar 7,15 persen (yoy), Sibolga sebesar 6,98 persen (yoy), dan Pematangsiantar sebesar 5,78 persen (yoy),” terangnya.
Sementara itu, Plt Kepala Kanwil DJPb Provinsi Sumut Heru Pudyo Nugroho menyoroti belanja pemerintah yang sampai saat ini perlu dioptimalkan, yakni pada Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Sumut kuartal II 2022 pada pengeluaran konsumsi pemerintah yang masih rendah yakni -0,01 persen (yoy).
“Secara agregat belanja Pemda di wilayah Sumut sebesar 33,86 persen dari pagu Pemda. Saya minta segera mengakselerasi belanja pada semester II ini. Persentase realisasi belanja APBD per-Pemda sampai dengan 31 Juli 2022 itu terendah pada Kota Medan yang hanya 1,1 persen, Kota Pematangsiantar 1,3 persen, Nias Barat 17,7 persen, Kota Gunungsitoli 18,4 persen dan Labuhanbatu 19,4 persen,” paparnya.
(mwka)