Ekspor di Sumut Naik Hingga 65 Persen, Ekonom: Masih Babak Belur

Nilai ekspor di Sumatera Utara mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) nilai ekspor Sumut mencapai US$1,26 miliar per Juni.

Jumlah ekspor ini naik 65,87 persen dibanding Mei 2022 seharga Rp US$761,86 juta.

“Ada kenaikan ekspor pada Juni sebesar US$1,26 miliar. Tentunya disini kita melihat bagaimana sektor industri masih mendominasi share ekspor kita di Juli 2022 sebesar 95,19 persen,” ungkap Kepala BPS Sumut Nurul Hasanudin, Kamis (11/8/2022).

Sementara itu, bila dilihat secara YoY, kenaikan nilai ekspor mencapai 43,30 persen dibanding Juni 2021.

Nurul mengatakan bahwa ekspor CPO di Sumut sudah mulai menggeliat kembali. Hal ini dapat terlihat dengan adanya share ekspor lemak dan minyak hewan/nabati sebesar US$572,01 juta yang mencakup 45,27 persen.

“Tentunya ekspor CPO kita sudah menggeliat dan kembali normal. Mudah-mudah sudah kembali seperti sebelum aturan yang membatasi ekspor CPO dan membaik di bidang ekonomi pastinya,” tuturnya.

Terkait ekspor ini, Ekonom Sumut Gunawan Benjamin menyebutkan bahwa data ini justru mengalami penurunan dari realisasi ekspor pada April 2022.

“Tetapi kita tidak perlu senang dahulu dengan realisasi peningkatan ekspor sebesar itu. Karena toh pada dasarnya realisasi ekspor pada bulan juni yang sebesar US$1,26 Milyar, masih lebih rendah dibandingkan dengan realisasi ekspor pada bulan april yang sebesar US$ 1,29 milyar,” tutur Gunawan.

Gunawan bahkan menyebutkan bahwa realisasi ekspor pada bulan Mei 2022 anjlok 40,99 persen dibandingkan dengan ekspor pada bulan april. Adapun pemicu anjloknya ini lantaran adanya kewajiban DPO dan DMO.

“Nah salah satu pemicu anjloknya ekpsor SUMUT di bulan Mei adalah kebijakan DMO/DPO untuk produk turunan kelapa sawit. Selain itu dipicu oleh libur panjang Idul fitri. Namun, pada dasarnya Sumut banyak kehilangan devisa di bulan Mei tersebut,” kata Gunawan.

Gunawan menjelaskan bahwa harga CPO pada Mei 2022 sebesar MYR 6000-7000 per ton. Namun besaran devisa dikatakan tidak signifikan lantaran adanya kebijakan DPO/DMO

“Artinya disaat harga CPO lagi tinggi tingginya, ekspor Sumut malah jatuh tidak karuan besarnya. Sumut benar-benar dirugikan dengan kebijakan DMO/DPO minyak CPO sebelumnya,” ucap Gunawan.

Sementara itu, pada bulan Juni 2022, harga CPO mengalami penurunan sebesar MYR 5500-4500 per ton. Disaat itu realisasi ekspornya justru bisa mendekati realisasi ekspor bulan april.

Padahal relaksasi kebijakan pelonggaran ekspor belum sepenuhnya pulih. Tetapi lihat realisasi ekspornya dalam nominal mengalami pemulihan, meskipun dalam bentuk kuantitas barang jumlahnya belum tentu mendekati atau sama dengan realisasi april sebelumnya.

“Jadi kita tinggal bayangkan saja, seandainya bulan Mei itu tidak ada pembatasan ekspor, dengan harga CPO yang menjulang. Jadi kenaikan ekspor pada bulan Juni ini belum memposisikan ekspor Sumut berada dalam kondisi yang pulih. Kebijakan internal memaksa ekspor Sumut anjlok, dan pendapatan devisa berkurang,” kata Gunawan.

Disamping itu, Gunawan menyebutkan bahwa kinerja ekspor menurunya Masih dalam kondisi ‘babak belur imbas dari kebijakan DPO dan DMO.

“Ekspor Sumut masih babak belur. Luka yang diakibatkan dari kebijakan DMO/ DPO tersebut belum sepenuhnya terobati. Tetapi kalau berbicara dampak positif dari kebijakan tersebut juga tidak kalah besar. Harga minyak goreng khususnya minyak goreng curah turun sesuai HET,” pungkasnya.

“Jadi kerugian yang diakibatkan dari kinerja ekspor Sumut khususnya dari produk turunan minyak kelapa sawit, sangat membebani pengusaha, petani, dan tentunya devisa Negara. Tetapi inilah pilihan kebijakan yang ditempuh. Tidak menyenangkan semua pihak, dan sayangnya telah memakan banyak korban,” tutup Gunawan.

(mwka)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *