Pengaruh Mencairnya Es di Kutub terhadap Indonesia, Pulau-pulau Kecil Terancam Hilang
Ancaman perubahan iklim saat ini menghantui dunia. Informasi terbaru menyebutkan, 5.100 miliar ton es di Kutub Utara mencair dalam waktu 20 tahun terakhir.
Data itu berhasil diperoleh dari satelit milik Denmark dan dikatakan cukup untuk menggenangi daratan Amerika Serikat (AS) setinggi 0,5 cm.
Kutub Utara juga memanas lebih cepat jika dibandingkan dengan tempat-tempat lain di seluruh permukaan bumi. Pencairan es di Kutub Utara ini disebabkan kenaikan suhu bumi.
Melansir Jurnal Ilmiah Fakultas Teknik berjudul “Mengelola Lingkungan dengan Bijak, Bersahabat dengan Alam”, tahun 2100 diperkirakan peningkatan air laut akan terjadi setinggi 15 hingga 95 cm dan berdampak pada tenggelamnya beberapa daratan serta pulau-pulau kecil.
Sementara itu, gletser di pegunungan Himalaya seluas kurang lebih 300 km juga diprediksi akan mencair. Tak diragukan lagi, hal ini sudah pasti bisa mengubah keadaan di bumi pada masa yang akan datang.
Lantas, apa pengaruh mencairnya es di Kutub terhadap Indonesia? Satu hal yang pasti, kondisi ini akan meningkatkan permukaan air laut dan memperbesar kemungkinan tenggelamnya Indonesia, terutama Jakarta.
Diketahui, Indonesia adalah negara kepulauan yang banyak dikelilingi perairan. Naiknya permukaan air laut dan suhunya menyebabkan adanya perubahan bagi kehidupan laut dan pesisir.
Pulau-pulau kecil dan daerah landai di Indonesia akan hilang. Ujungnya, garis pantai di sebagian besar wilayah Indonesia akan mundur.
Banyak hasil penelitian menyebut bahwa kenaikan permukaan air laut akan mencapai 60 cm di tahun 2070. Sementara itu, Indonesia diketahui juga mempunyai gletser es di pegunungan Jayawijaya. Sejak tahun 1988, setidaknya ada 84,9 persen massa es di lokasi ini telah mencair.
Mengutip The Conversation, es di pegunungan Jayawijaya ini diprediksi akan hilang dalam waktu belasan tahun dari sekarang.
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), melalui laman resminya menyebutkan, naiknya permukaan air laut sudah pasti akan menggenangi sebagian besar kota-kota pesisir di Indonesia.
Di samping itu, masyarakatnya akan menjadi sangat rentan terhadap fenomena penurunan permukaan tanah dan perubahan iklim laut. Kerusakan akibat naiknya permukaan air laut sudah berimbas pada terjadinya migrasi. Contohnya yang terjadi di Kampung Bedono, Demak.
Di beberapa kasus, kenaikan permukaan air laut tak sebanding dengan penurunan permukaan tanah. Bahkan, penurunan permukaan tanah terjadi lebih ekstrem dibandingkan naiknya permukaan air laut.
Jakarta menjadi kota di Indonesia yang terancam akan tenggelam lantaran naiknya permukaan air laut dan menurunnya permukaan tanah.
Presiden AS Joe Biden bahkan pernah mengatakan dalam pidatonya pada Juli 2021 bahwa Jakarta kemungkinan akan tenggelam dalam 10 tahun mendatang akibat perubahan iklim.
Di tahun 2050, kenaikan air laut Jakarta diprediksi akan setinggi 50 cm dan menyebabkan daerah pesisirnya akan tenggelam. Ancaman yang kini berada di depan mata masyarakat dan pemerintah adalah turunnya permukaan tanah Jakarta yang nantinya diprediksi akan membuat kota tenggelam.
Menurut keterangan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono, sebagaimana dilansir dari Sindonews (1 April 2022), permukaan tanah di ibu kota Indonesia itu ambles 10 sampai 12 cm per tahunnya.
Apabila kondisi ini tetap dibiarkan, maka sungai-sungai yang ada di Jakarta akan sangat sulit mengalir ke laut. Salah satu upaya pencegahan oleh pihak Kementerian PUPR dengan membuat bendungan guna menyediakan air bersih bagi masyarakat. Dengan begitu, air tanah tidak selalu diambil untuk kebutuhan sehari-hari.
(mw/dvs)