Keluarga Brigadir J Alami Serangan Digital, Keluarga Ferdy Sambo Alami Doxing dan Persekusi
medanwow.id – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia mengungkap adanya serangan digital yang dialami keluarga Brigadir J, usai almarhum ditembak atas perintah atasannya, mantan Kadiv Propam Polri, Ferdy Sambo.
Komisioner Komnas HAM, Choirul Anam menyebut, hal itu berdasarkan temuan faktual yang diperoleh lembaganya.
“Keluarga Brigadir J mengalami Serangan Digital beberapa hari setelah kematian Brigadir J,” kata Anam kepada wartawan di kantornya di Jakarta, Kamis (1/9/2022).
Dijelaskan Anam, serangan itu berupa upaya hijacking akun media sosial, seperti Whatsapp, Facebook, Email, dan Yahoo keluarga Brigadir J.
Tak hanya itu, Komnas HAM juga menemukan hal yang sama menimpa keluarga Ferdy Sambo dan para ajudannya.
“Yang sebagian besar adalah doxing dan persekusi online,” jelas Anam.
Selain serangan itu, Komnas HAM juga menemukan sejumlah temuan faktual lainnya, yaitu adanya upaya menghalangi keluarga melihat jenazah Brigadir J, saat tiba di kediamannya di Jambi.
“Pihak Kepolisian sempat membatasi akses keluarga untuk melihat kondisi jenazah namun pada akhirnya keluarga diijinkan untuk melihat kondisi jenazah dengan penjagaan ketat dari anggota Kepolisian,” jelas Anam.
Baca juga : Digelar Hari Ini, Rekontruksi Kasus Pembunuhan Brigadir J Berlangsung di 2 Lokasi
Kemudian ditemukan juga pihak kepolisian yang tidak menjalankan komitmennya dalam proses pemakaman Brigadir J usai meninggal ditembak, sehingga membuat keluarga marah.
“Kepolisian tidak menjalankan komitmen kepada pihak keluarga untuk melakukan proses pemakaman secara kedinasan, hal ini membuat keluarga marah dan kecewa,” kata Anam.
Kesimpulan dan Rekomendasi Komnas HAM
Sebagaiman diketahui, Komnas HAM telah merampungkan penyelidikan pembunuhan Brigadir J. Disimpulkan pembunuhannya masuk dalam kategori extrajudicial killing atau pembunuhan di luar hukum.
Adapun rangkuman kesimpulan kasus pembunuhan berencana Brigadir J sebagai berikut,
1. Telah terjadi peristiwa kematian Brigadir J pada 8 Juli 2022 di rumah dinas eks Kadiv Propam di Duren Tiga Nomor 46 Jakarta Selatan.
2. Peristiwa pembunuhan Brigadir J dikategorikan sebagai tindakan Extra Judicial Killing.
3. Berdasarkan hasil autopsi pertama dan kedua ditemukan fakta tidak adanya penyiksaan terhadap Brigadir J, melainkan luka tembak.
4. Terdapat dugaan kuat terjadinya peristiwa Kekerasan Seksual yang dilakukan oleh Brigadir J kepada Sdri. PC di Magelang tanggal 7 Juli 2022.
5. Terjadinya Obstruction of Justice dalam penanganan dan pengungkapan peristiwa kematian Brigadir J.
Adapun rekomendasi Komnas HAM sebagai berikut,
1. Meminta kepada Penyidik untuk menindaklanjuti temuan fakta peristiwa oleh Komnas HAM RI dalam proses penegakan hukum dan memastikan proses tersebut berjalan imparsial, bebas intervensi, transparan serta akuntabel berbasis scientific investigation.
2. Menindaklanjuti pemeriksaan dugaan kekerasan seksual terhadap Sdri. PC di Magelang dengan memperhatikan prinsip-prinsip hak asasi manusia dan kondisi kerentanan-kerentanan khusus.
3. Memastikan penegakan hukumnya tidak hanya sebatas pelanggaran disiplin atau kode etik, tapi juga dugaan tindak pidana dan tidak hanya terhadap terduga pelakunya saja tapi juga semua pihak yang terlibat baik dalam kapasitas membantu maupun turut serta.
4. Meminta kepada Inspektorat Khusus untuk memeriksa dugaan pelanggaran etik setiap anggota kepolisian yang terlibat dan menjatuhkan sanksi kepada anggota kepolisian yang terbukti melakukan Obstruction Of Justice dalam penanganan dan pengungkapan peristiwa kematian Brigadir J sesuai dengan Peraturan Kepolisian Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia.
• Sanksi Pidana dan Pemecatan kepada semua anggota kepolisian yang terbukti bertanggung jawab, memerintahkan berdasarkan kewenangannya membuat skenario, mengonsolidasikan personil kepolisian dan merusak serta menghilangkan barang bukti terkait peristiwa kematian Brigadir J.
• Sanksi Etik Berat/Kelembagaan kepada semua anggota kepolisian yang terbukti berkontribusi dan mengetahui terjadinya obstruction of justice terkait peristiwa kematian Brigadir J.
• Sanksi Etik Ringan/Kepribadian kepada semua anggota kepolisian yang menjalankan perintah atasan tanpa mengetahui adanya substansi peristiwa dan/atau obstruction of justice.
5. Menguatkan kelembagaan UPPA menjadi direktorat agar dapat menjadi lebih independen dan profesional dalam penanganan pelaporan kasus kekerasan terhadap perempuan, termasuk kekerasan seksual.
6. Mengadopsi praktik baik dalam penanganan pelaporan kasus dugaan kekerasan seksual terhadap Sdri. PC pada kasus lain perempuan berhadapan dengan hukum.
7. Meminta kepada Kapolri sebagai pemegang kekuasaan tertinggi Kepolisian Negara Republik Indonesia melakukan evaluasi menyeluruh terhadap mekanisme penanganan perkara hukum yang melibatkan pejabat utama kepolisian serta membangun standar pelibatan Lembaga pengawas eksternal kepolisian.
8. Melakukan upaya pembinaan terhadap seluruh anggota kepolisian negara Republik Indonesia agar dalam menjalankan kewenangannya untuk tetap patuh pada ketentuan Perundang-undangan yang berlaku serta memegang teguh prinsip-prinsip profesionalitas, transparansi, akuntabilitas, serta memenuhi azas keadilan dan sesuai dengan standar hak asasi manusia sebagai upaya penjaminan peristiwa yang sama tidak berulang kembali.
(mw/ds)